'/>

Monday, June 27, 2011

CARA BELAJAR EFEKTIF

Langkah-langkah belajar efektif adalah mengetahui
  • diri sendiri
  • kemampuan belajar anda
  • proces yang berhasil anda gunakan, dan dibutuhkan
  • minat, dan pengetahuan atas mata pelajaran anda inginkan
Anda mungkin belajar fisika dengan mudah tetapi tidak bisa belajar tenis, atau sebaliknya. Belajar apapun, adalah proces untuk mencapai tahap-tahap tertentu.
Empat langkah untuk belajar.
Mulai dengan cetak halaman ini dan jawab pertanyan-pertanyaannya. Lalu rencanakan strategi anda dari jawaban-jawabanmu, dan dengan “Pedoman Belajar” yang lain.
Mulai dengan masa lalu Apakah pengalaman anda tentang cara belajar? Apakah anda What was your experience about how you learn? Did you
  • senang membaca? memecahkan masalah? menghafalkan? bercerita? menterjemah? berpidato?
  • mengetahui cara menringkas?
  • tanya dirimu sendiri tentang apa yang kamu pelajari?
  • meninjau kembali?
  • punya akses ke informasi dari banyak sumber?
  • menyukai ketenangan atau kelompok belajar?
  • memerlukan beberapa waktu belajar singkat atau satu yang panjang?
Apa kebiasaan belajar anda? Bagaimana tersusunnya? Yang mana terbaik? terburuk?
Bagaimana anda berkomunikasi dengan apa yang anda ketahui belajar paling baik? Melalui ujian tertulis, naskah, atau wawancara?
Teruskanke masa sekarang Berminatkah anda?
Berapa banyak waktu saya ingin gunakan untuk belajar?
Apa yang bersaing dengan perhatian saya? Apakah keadaannya benar untuk meraih sukses?
Apa yang bisa saya kontrol, dan apa yang di luar kontrol saya?
Bisakah saya merubah kondisi ini menjadi sukses?
Apa yang mempengaruhi pembaktian anda terhadap pelajaran ini?
Apakah saya punya rencana? Apakah rencanaku mempertimbangkan pengalaman dan gaya belajar anda?
Pertimbangkan
proses,
persoalan utama
Apa judulnya?
Apa kunci kata yang menyolok?
Apakah saya mengerti? Apakah yang telah saya ketahui?
Apakah saya mengetahui pelajaran sejenis lainnya?
Sumber-sumber dan informasi yang mana bisa membantu saya?
Apakah saya mengandalkan satu sumber saja (contoh, buku)?
Apakah saya perlu mencari sumber-sumber yang lain?
Sewaktu saya belajar, apakah saya tanya diri sendiri jika saya mengerti?
Sebaiknya saya mempercepat atau memperlambat?
Jika saya tidak mengerti, apakah saya tanya kenapa?
Apakah saya berhenti dan meringkas?
Apakah saya berhenti dan bertanya jika ini logis?
Apakah saya berhenti dan mengevaluasi (setuju/tidak setuju)?
Apakah saya membutuhkan waktu untuk berpikir dan kembali lagi?
Apakah saya perlu mendiskusi dengan “pelajar-pelajar” lain untuk proces informasin lebih lanjut?
Apakah saya perlu mencari “para ahli”, guruku atau pustakawan atau ahliawan?
Buat
review
Apakah kerjaan saya benar?
Apakah bisa saya kerjakan lebih baik?
Apakah rencana saya serupa dengan “diri sendiri”? Apakah saya memilih kondisi yang benar?
Apakah saya meneruskannya; apakah saya disipline pada diri sendiri?
Apakah anda sukses?
Apakah anda merayakan kesuksesan anda?

mengatur jadwal belajar secara efektif

Pengaturan Waktu adalah membuat dan melakukan jadwal belajar agar dapat mengatur dan memprioritaskan belajarmu dalam konteks membagi waktu dengan aktivitas, keluarga, dan lain-lain.
Pedoman:
  • Perhatikan waktumu.
  • Refleksikan bagaimana kamu menghabiskan waktumu.
  • Sadarilah kapan kamu menghabiskan waktumu dengan sia-sia.
  • Ketahuilah kapan kamu produktif.
Dengan mengetahui bagaimana kamu menghabiskan waktu dapat membantu untuk:
Membuat daftar “Kerjaan”.  Tulislah hal-hal yang harus kamu kerjakan, kemudian putuskan apa yang dikerjakan sekarang, apa yang dikerjakan nanti, apa yang dikerjakan orang lain, dan apa yang bisa ditunda dulu pengerjaannya.
Membuat jadwal harian/mingguan.  Catat janji temu, kelas dan pertemuan pada buku/tabel kronologis.  Selalu mengetahui jadwal selama sehari, dan selalu pergi tidur dengan mengetahui kamu sudah siap untuk menyambut besok.
Merencanakan jadwal yang lebih panjang.  Gunakan jadwal bulanan sehingga kamu selalu bisa merencanakan kegiatanmu lebih dulu.  Jadwal ini juga bisa mengingatkanmu untuk membuat waktu luangmu dengan lebih nyaman.
Rencana Jadwal Belajar Efektif:
  • Beri waktu yang cukup untuk tidur, makan dan kegiatan hiburan.
  • Prioritaskan tugas-tugas.
  • Luangkan waktu untuk diskusi atau mengulang bahan sebelum kelas.
  • Atur waktu untuk mengulang langsung bahan pelajaran setelah kelas.  Ingatlah bahwa kemungkinan terbesar untuk lupa terjadi dalam waktu 24 jam tanpa review.
  • Jadwalkan waktu 50 menit untuk setiap sesi belajar.
  • Pilih tempat yang nyaman (tidak mengganggu konsentrasi) untuk belajar.
  • Rencanakan juga “deadline”.
  • Jadwalkan waktu belajarmu sebanyak mungkin pada pagi/siang/sore hari.
  • Jadwalkan review bahan pelajaran mingguan.
  • Hati-hati, jangan sampai diperbudak oleh jadwalmu sendiri!

Saturday, June 25, 2011

Buku Kuliah S2 UNNES

Multimedia Pembelajaran IPA, Dosen : Prof. Dr.  rer nat Wahyu Hardyanto, M.Si


Dari Kotak Taruh
DOWNLOAD : http://www.filesonic.com/file/150788571/0470611952.rar (45,91 MB)
Kimia Organik Lanjut, Dosen : Dr. Edy Cahyono, M.Si


Dari Kotak Taruh
DOWNLOAD (Kalau belum dihapus…Lhoo…) : http://www.fileserve.com/file/sTn6XMa
Kimia Fisika Lanjut, Dosen: Dr. Kasmadi Imam Supardi, M.S


Dari Kotak Taruh
DOWNLOAD :
http://rapidshare.com/files/214660714/Physical_Chemistry_3th_Castellan.pdf
http://rapidshare.com/files/316014929/Physical_Chemistry_3th_Castellan.pdf

Software Uji Coba Ujian Nasional

Program yang dibuat oleh InVir (com) ini bertujuan untuk melatih murid-murid SD, SMP, SMA, SMU, SMK, MI, MTS, dan MA dalam mengerjakan soal-soal pilihan ganda Ujian Nasional.
Dari Kotak Taruh
untuk download program soal ini silahkan KLIK DISINI (ukuran: 35,9 MB) Jika kesulitan download silahkan kirim email ke saya syarifudink@gmail.com
untuk patch-nya download DISINI
Didalam software ini, kalau belum registrasi, maka penyelesaian soal-soalnya belum muncul. Sehingga untuk memunculkannya harus registrasi dulu. CARANYA sebagai berikut :
  1. NON AKTIFKAN DULU Program ANTIVIRUS YANG ADA
  2. Setelah menginstall program Bank Soal selesai
  3. Klik file yang bernama bank.soal.pro.v4.00__patch_by_LucuBRB
  4. Klik PATCH, jika muncul peringatan seperti gambar berikut:
  5. Dari Kotak Taruh
  6. Klik Yes, kemudian cari file bernama BankSoal (biasanya letaknya di C:\Program Files\Bank Soal Pro), selanjutnya klik open
  7. Dari Kotak Taruh
  8. Jalankan Bank Soal Pro melalui start —- All Program
  9. Klik Registrasi, kemudian isikan angka sembarang pada kotak serial number yang muncul
  10. Dari Kotak Taruh
Klik OK, sehingga akan muncul software yang siap dipakai seperti berikut :
Dari Kotak Taruh
File yang dibuat ukuran kecil-kecil, silahkan didownload di link berikut:
http://www.ziddu.com/download/14479403/SoftwareuntukmenggabungdanPatch.rar.html
http://www.ziddu.com/download/14479405/file-03.rar.html
http://www.ziddu.com/download/14479406/file-01.rar.html
http://www.ziddu.com/download/14479407/file-02.rar.html

Sekolah Libur, Murid Libur. Guru??

Mulai hari Kamis 23/06/2011, hampir semua sekolah dan juga siswa di Mabar tengah libur. Libur? ya. Pasti seneng bukan? 

Sekolah boleh libur, namun harap dicatat; belajar tak boleh libur, belajar tak harus berhenti. Justru sebaliknya, di saat libur sekolah seperti inilah kita dapat mencari tambahan pengetahuan yang tidak bisa kita dapatkan di bangku sekolah. Sebagai siswa, kita bisa bebas ke perpustakaan seharian, bisa ke tokotoko buku berlama-lama (tidak harus beli lho ya?!), bisa mengikuti pelatihan-pelatihan, dan banyak lagi kegiatan positif demi menambah wawasan. 

Lalu bagaimana dengan guru? Libur, bukan berarti kegiatan keilmuan juga berhenti. Konon, ada beberapa kebiasaan di negara lain, saat liburan sekolah seperti ini maka dimanfaatkan untuk meng Up-Date kemampuan diri antara lain dengan mengikuti seminar, pelatihan, diskusi-diskusi, dan lain-lain. Tentu saja guru tak boleh sampai tertinggal informasi dan teknologi yang berlari kian cepat. Hanya sayangnya, di kebanyakan daerah guru akan mengalami kesulitan untuk menemukan kegiatan-kegiatan pelatihan. Maka yang terjadi kemudian, waktu liburan sekolah hanya dimanfaatkan untuk menghambur-hamburkan uang, bertamasya. Alasannya, me-refress pikiran. walah.

Nah, ternyata ada juga yang kurang sreg dengan banyaknya waktu libur yang dimiliki guru seperti sekarang ini. Satu di antaranya adalah Direktur jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Baedhowi.
Hal terpenting bagi seorang guru adalah dedikasi. Termasuk dalam hal penelitian, mestinya guru juga bisa melakukannya di saat hari-hari libur sekolah yang lebih banyak ketimbang hari-hari libur pegawai negeri sipil lainnya. “Jadi, yang terpenting dedikasi dan pengabdiannya sebagai guru,” kata Baedhowi.

Sayangnya, dinas pendidikan kota/kabupaten juga jarang yang peduli dengan hal ini. Dinas senantiasa menuntut kemajuan pendidikan, namun tak mau melaksanakan kegiatan yang mampu menambah wawasan bagi guru.

Mari Nyalakan Lilin, Jangan Keluhkan Kegelapan

Mengingat-ingat kalimatnya Anies Baswedan, janganlah ributkan tentang mengapa terjadi kegelapan, nyalakan lilin disekitar kita lebih banyak. Apakah sistem yang gelap tidak bisa diubah, sehingga kita harus berdiam diri tak berupayah mengubahnya? Apa artinya kalau lilin itu kita nyalakan tetapi tak lama kegelapan menyergap lilin itu dan mematikannya? Ini adalah pikiran saya yang berontak ingin lepas dari suasana kegelapan, kegelapan diri saya dan lingkungan saya.

Saya sadar sebagai guru diri saya(guru) juga yang menjadi faktor penyebab kegelapan. Menurut saya kita semua harus mencari penyebab terjadinya kegelapan pendidikan kita. Bukan mengungkit atau sekedar menyalahkan pihak lain. Tidak cukup hanya menyalakan banyak lilin kemudian tertiup dan mati juga. Agar lilin yang dinyalakan dapat terang benderang kita harus memastikan dulu lingkungan cukup oksigen dan tidak ada angin yang dapat memadamkannya. Meskipun terpaan angin yang selalu ingin memadamkannya itu tidak mungkin dihindari. Apa perlu kita nyalakan lagi dan nyalakan lagi begitu terus menerus?

Petaka kegelapan memang bisa saja bersumber pada diri guru, meskipun guru juga tidak mau disalahkan. Yang salah adalah sistem pendidikan kita yang memang kacau, ini dalihnya. Keadaan sistem itu jelas mempengaruhi guru. Contoh kasus UN saja karena ia menentukan kelulusan siswa maka guru perlu melakukan adaptasi cara mengajarnya.Sementara kita yang berada pada lini terdepan pendidikan tidak terlepas dari pengaruh sistem yang buruk itu. Tapi tetap sumber kegelapan yang utama adalah pada saya (guru).

Seorang siswa dengan segala potensi yang dimiliki asal kita bisa memberikan pembelajaran yang baik dan benar maka akan menjadi siswa yang luar biasa. Seperti yang diyakini oleh Yohanes Surya (salah satu ilmuwan fisika Indonesia). Bahkan dengan keyakinannya ia akan membuktikan bahwa anak yang tidak bisa menyelesaiakan konsep hitung sederhana 2+2 dan 3+2 saja beberapa tahun ke depan anak-anak itu akan mewakili Indonesia dalam ajang olimpiade matematika atau fisika internasional, tentu harus dilakukan polesan ala Yohanes Surya beserta timnya.

Mengutip pernyataan Yohanes Surya, bahwa tidak satupun anak yang bodoh dalam kemampuan matematika, saya juga yakini itu. Hanya saja disebakan karena siswa tersebut belum berjumpa dengan guru yang mengajar dengan metode yang baik. Ini pernyataan yang menohok saya sebagai guru. Apakah rekan guru lain tak merasa tertohok? Mati deh sepertinya nurani guru seperti itu. Saya memang tidak mengajar matematika, saya mengajar kimia. Tapi tak ada bedanya saya mengajar apapun, yang jelas kebodohan yang terlihat mutlak dikarena guru yang tidak menggunakan metode mengajar atau metode pembelajaran yang baik. Saya tidak akan mengkaitkan dengan sistem pendidikan yang memang sudah tidak benar itu. Saya (guru) mengakui memang saya-lah yang tidak bisa memberika layanan pembelajaran yang baik pada siswa saya.

Saya teringat ketika mengajar matematika di kelas awal MTs. Saya jumpai siswa yang tidak paham konsep perkalian dan pecahan. Di jenjang SMA pun pernah saya jumpai saat melakukan tes pada penerimaan siswa SMA, ada calon siswa yang konsep perkalian dan pecahan saja tidak dikuasainya, padahal soal yang  diberikan sangat simpel. Dia sudah lulus SMP itu. Duh parah banget memang. Semestinya anak seperti itu belum layak lulus SMP mungkin juga belum layak dia lulus SD. Tapi itulah kenyataan. Saya yakin ini adalah kurangnya kemampuan guru, jeleknya metode pembelajaran yang diterima siswa. Dan kebijakan sekolah yang menaikkan itulah satu penyebabnya. Jika dilanjutkan terus, maka kegelapan tidak dapat dihindari, dan itu akan menjadikan pikiran muram bagi si anak jika tidak segera mendapatkan penanganan serius.

Setelah siswa beralih jenjang, tidak ada alasan bagi guru di jenjang tersebut untuk memberikan layanan agar siswa bisa segera mengikuti pembelajaran di jenjang tersebut. Tugas guru di jenjang tersebut menjadi bertambah, dan ini tidak mungkin kita hindari. Kita harus menyalakan lilin-lilin itu agar bisa menerangi dirinya. Kitalah yang harus menyalakan, tanggung jawab kita itu. Biarlah kegelapan selalu menyergap, tapi kita harus terus menghidupkan lilin agar tetap terang.

Mari selalu perbaiki diri, mulai sekarang.

Kartu Soal dengan Mail Merge

Kegiatan rutin di dunia pendidikan saat akhir semester adalah ulangan semester. Setiap guru pasti diwajibkan mengumpulkan naskah soal. Bahkan ada beberapa sekolah yang mewajibkan naskah soal harus disertai KARTU SOAL dan KISI-KISI SOAL. Pembuatan Kartu Soal akan sangat terbantu jika menggunakan fasilitas Mail Merge, jika tidak mengetik satu kartu soal untuk tiap-tiap soal memang membosankan.

Dengan sedikit kemampuan mengoperasikan Ms. Word kita sudah bisa menggabungkan dua dokumen menjadi satu dokumen mail merge. Di bawah ini adalah cara yang saya lakukan untuk membuat mail merge di Ms Word 2007

data kartu soal yang telah terisi semua

Langkahnya awal adalah
Menyiapkan dua buah dokumen word.
Satu sebagai sumber data (data kartu soal.docx), yang satunya sebagai kartu soal (kartu soal.docx)
Pada dokumen data dipersiapkan tabel berisi kolom yang sesuai dengan keperluan kartu.

Penulisan nama kepala tabel tidak boleh ada spasi. Misalnya Nama Siswa, maka dalam kepala tabel ditulis Nama_Siswa. Pengisian sel tabel dapat kita kopi dari silabus untuk mengambil Kompetensi Dasar, dan dari lembar soal untuk mengambil item soal beserta jawabannya.
Dokumen kedua adalah Kartu Soal. Sebelum mengatur mail merge dokumen pertama telah terisi semua sel-selnya dan dokumen kedua telah dibuat dibuat dengan format dan lebar kolom yang disesuaikan dengan hasil cetak yang dikehendaki.

Langkah Mail merge, pada office word 2007
1.      Dokumen yang aktif adalah kartu soal

format kartu soal dan pengisian field

2.      Klik mailing – select recepient – use existing list (muncul jendela select data source)
3.      Pilihan file type : pilih All File
4.      Lalu cari dokumen Data kartu soal.docx, yang kita buat tadi
5.      Dari menu, klik INSERT MERGE FIELD (muncul jendela baru) – isikan field-field pada tempat yang sesuai. Lakukan berulang hingga semua field masuk semua.
6.      Untuk melihat tampilan hasil merge : klik PREVIEW RESULT – selesai

tampilan kartu soal yang siap dicetak
Setiap membuka dokumen KARTU SOAL akan selalu muncul peringatan  bahwa file ini terkait denan SQL COMMAND – pilih saja YES.

keterangan Gbr
A. tool insert berge field
B. tool untuk melihat tampilan hasil merge
C. tool untuk melihat halaman berikutnya/sebelumnya

unduh contoh kartu soal dengan mail merge, keduanya harus diunduh data-kartusoal dan kartu-soal-pilihan-ganda-tik

Perguruan Tinggi Siluman

Banyak orang yang terdengar kasak-kusuk mengenai berita adanya perguruan tinggi siluman, atau perguruan tinggi yag mahasiswanya tidak kuliah, namun dalam tempo satu tahun atau bahkan mungkin kurang, mereka mendapatkan ijazah sarjana. Bahkan disinyalir, sinyalnya lemah dan tidak begitu meyakinkan, sebagian dari pemegang ijazah dari PT siluman ini berhasil menjadi pegawai negeri.

Kalau sinyalemen itu benar, tentu sangat mengecewakan bagi para sarjana yang sudah bertahun-tahun kuliah menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dan kemudian ternyata “kalah” memperebutkan kesempatan untuk menjadi PNS. Bagaimana pelayanan dan kinerja para PNS ini nantinya.

Mungkin masih dapat kita maklumi kalau mereka ini bekerja sebagai pelayan administrative saja. Bagaimana kalau yang terjadi adalah guru yang berjazah siluman ini akan menyampaikan atau mendidik siswa-siswanya? Bagaimana mungkin mereka akan menjadi contoh yang baik kalau perilaku mereka tidak baik? Kejahatan moral banyak terjadi di lingkungan pendidikan justru kaarena guru-gurunya tidak bermoral.

Seperti juga, pada suatu pagi, ada seorang guru yang didatangi siswanya yang menanyaan bagaimana dengan daftar hadir les, karena gurunya terlambat datang hingga 30 menit? Jawabnya spontan sekali yaitu, ya nggak usah ditandatangani saja. Padahal guru yang ditanya oleh siswa itu setiap pagi selalu datang terlambat 30 menit karena “ada kerjaan di rumah”.

Nyaring aku tertawa namun kutahan. Dan coretan ini adalah muntahan tawaku yang tak tertahankan.

Arti Lambang PGRI

GRI, tentu bukan Partai Guru, seperti yang dikatakan pak Sastro. bukan juga Persatuan Guru Rajin, seperti yang dikatakan Tuan Guru dari Tamiang Layang. Sebenarnya saya ini bingung, apa sih arti lambang PGRI kok seperti itu, lalu coba-coba sowan ke mbah google, ee ketemu situsnya PB PGRI. www.pgri.or.id. Di sana ada penjelasan arti lambang PGRI, yo tak kopas saja biar ingat dan siapa tahu ada juga guru yang tidak tahu arti lambang organisasi profesinya.



Bentuk:
Cakra/Lingkaran melambangkan cita-cita luhur dan daya upaya menunaikan pengabdian terus-menerus.

Ukuran, corak, dan warna:
bidang bagian pinggir Lingkaran berwarna merah melambangkan pengabdian yang dilandasi kemurnian dan kebernian bagi kepentingan rakyar. Warna putih dengan tulisan “Persatuan Guru Republik Indonesia” melambangkanpengabdian yang dilandasi kesucian dan kasih sayang. Panduan warna pinggir merah-putih melambangkan pengabdian kepada negara, bangsa dan tanah air Indonesia.

Suluh berdiri tegak bercorak 4 garis tegak dan datar berwarna kuning melambangkan fungsi guru (pada pendidikan pra-sekolah, dasar, menengah dan perguruan tinggi) dengan hakikat tugas pengabdian guru sebagai pendidik yang besar dan luhur.

Nyala Api dengan 5 sinar warna merah
melambangkan arti ideologo Pancasila dan arti teknis yakni sasaran budi pekerti, cipta, rasa, karsa dan karya generasi.

Empat buku mengapit suluh
dengan posisi 2 datar dan 2 tegak (simetris) dengan warna corak putih melambangkan sumber ilmu yang menyangkut nilai-nilai moral, pengetahuan, keterampilan dan ahlak bagi tingkatan lembaga-lembaga pendidikan pra-sekolah, dasar, menengah dan tingi.

Warna dasar tengah hijau,
melambangkan kemakmuran generasi.

Paradigma Baru Penyiapan Calon Kepala Sekolah

Permendiknas no 28 tahun 2010 adalah paradigma baru penyiapan calon kepala sekolah lebih berkualitas. Peraturan ini ditetapkan tanggal 27 Oktober 2010. Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakan tidak berlaku. Yang menjadi permasalahan adalah bersediakah raja-raja kecil meng”INSERT”kan isi peraturan ini ke dalam peraturan daerah yang dipatuhi?

Belakangan ini (terutama setelah diberlakukannya Otonomi Daerah), kerapkali ditemukan kasus rekrutmen kepala sekolah  tanpa disertai Sertifikat Kepala Sekolah, dan kegiatan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah, sebagaimana tertuang dalam Permendiknas no 6 tahun 2009 tentang LPPKS.(Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah).

Jika seorang guru direkrut tanpa sertifikat dan diklat alias melalui proses  sim salabim seperti dalam atraksi sulap, barangkali tidak salah jika ada sebagian orang yang mempertanyakan akan kewenangan dan kelayakan yang bersangkutan. Dengan adanya ketentuan ini,  maka ke depannya diharapkan tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti  ini sehingga  sekolah benar-benar  dapat dipimpin oleh orang yang layak dan teruji.
Alur penyiapan calon kepala sekolah yang dikembangkan oleh Lembaga Pengmbangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah.

 
Proses diklat untuk mendapatkan NUKS (nomor unik kepala sekolah) memerlukan waktu lebih dari 3 bulan,

 
Hanya bisa berharap permendiknas ini bisa berjalan dengan baik tanpa embel-embel politik, harus mendukung ini itu. Hal ini sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional 2010-2014 yaitu terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan indonesia yang cerdas komprehensif. Semoga.

BAca juga di republika : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/11/03/21/171206-jadi-kepala-sekolah-guru-harus-pegang-sertifikat-lp2ks

Friday, June 24, 2011

Guru Tidak Kompeten, Siapa Mau Perduli?!

Salah satu kompetensi pedagogi adalah mengidentifikasi potensi, kemampuan awal belajar, serta kesulitan yang dimiliki siswa. Itu saja kalau kita guru mau lakukan dengan sungguh-sungguh  kita tidak pernah akan bisa santai, selalu sibuk dengan hiruk pikuk aktivitas keguruan yang pasti akan menghasilkan sesuatu. Jelas di sekolah  tidak akan sempat fesbukan dan menulis di blog, ngerumpi, main catur, baca koran, makan-makan. Belum lagi mengurusi kompetensi lainnya.

Identifikasi potensi, bekal awal belajar, serta kesulitan belajar selama dan setelah proses pembelajaran tentu diperlukan perangkat yang valid. Membuatnya perlu ‘tenaga ekstra’ dan otomatis waktu ekstra pula. Hehehe SAYA sbg guru belum lakukan semua itu. Padahal saya sudah BERSERTIFIKAT! Aneh banget khan?! Itulah SAYA guru! Apa…?!

Akar masalah siswa yang bermasalah secara akademik ternyata ini mutlak disebabkan kesalahan guru. Karena tidak melakukan identifikasi potensi, bekal awal belajar, serta identifikasi kesulitan belajarnya. Dalihnya dominan soal waktu, alias tidak sempat. Kalau kita mau melakukan 3 identifikasi tadi SEPERTINYA pembelajaran selanjutnya akan lancar.

Karena tuntutan kompetensi yang BERAT maka latar belakang pendidikan turut menentukan. Poligami dalam mengampu mata pelajaran sebisa mungkin memang harus dihindari. Tapi apa boleh buat, pelajaran IPA pun saya ‘pegang’. Akibatnya jelas hasilnya minim banget. Walapun secara matematis komptensi butir ke-20 mungkin 90% saya bisa kuasai. tapi yaitu tadi butir pertama tidak terlaksana 

Pendidikan di negeri ini memang menghadapi dilema kalau soal guru. Mau disortir guru-guru yang ada seperti saya ini, lah jumlahnya saja belum memadai alias kurang. Disortir lewat sertifikasi eh ternyata alat sortirnya tidak beres juga. Akhirnya tidak ada beda sebelum dan setelah sertifikasi. Kata bang Haji Rhoma Irama: “Yang malas makin males, yang rajin ketularan males… ” Sesungguhnya mental SAYA yang guru inilah yang menentukan. Apa memang perlu ada klinik mental guru yah biar sehat mentalnya. Kecuali dari sononya SAYA guru ini sudah tak bermental guru, alias karena sungguh terpaksa jadi guru.

Ok kembali ke topik kita tadi (emang makai topik nulis ngelantur gini?!), dalam identifikasi tentu diperlukan alat uji yang tepat. Dalam setiap mata pelajaran tentu kalau memenuhi tuntutan kompetensi guru sudah punya kemampuan, nyatanya oooo tidak ada. Kekurang tepatan dalam pelatihan-pelatihan  yang diagendakan pihak berwenang sering tidak relevan dari kebutuan seorang guru. karena ia bersifat top down. Tengoklah di negeri tetangga setiap guru pasti diberikan minimal setahun 3-4 kali sesuai program guru atau sekolah. Di Indonesia bisa jadi ada guru yang seumur-umur jadi guru tidak pernah ikut pelatihan dengan berbagai sebab. Termasuk pelatihan peningkatan kemampuan guru dalam mengatasi kesulitan belajar dan mengenali kemampuan awal siswa serta potensi tiap individu siswa. Padahal ini urutan pertama yang semestinya dikuasai seorang guru yang PROFESIONAL (seharusnya!)

Itu tadi masalah klasik, klasik banget pokoknya.

Jadi mental gurulah penentunya untuk bisa baiknya proses pembelajaran kita sekaligus akan baik hasilnya. Mau sudah disertifikasi dan menerima tunjungan profesi, diberi pelatihan, paham tugas-tugasnya tapi kalau mental guru jelek yah jelek hasilnya. Mari kita GURU untuk menormalkan mental kita, sedini mungkin.

Pengetahuan Prasyarat, Kurikulum, dan Semangat Guru

Pembiaran atas kemampuan prasyarat bagi siswa yang kurang memadai membuat siswa semakin tersiksa. Begitu berlarut-larut akibatnya siswa terkesan ‘tak tahu’ apa-apa. Apapun upaya yang dilakukan kalau tidak menyentuh akar masalah, pembelajaran menjadi tak menarik, sedikit-pun, apalagi berharap dapat dipahami siswa. Penjelajahan kemampuan awal siswa akan memberikan memberikan penyelesaian atas masalah tersebut. Tidak ada kata terlambat untuk segera dan sedini mungkin untuk melakukan jelajah kemampuan siswa sehingga kita bisa memberikan solusi atas permasalahan belajar siswa.

Setiap pokok bahasan pada suatu pelajaran biasanya selalu menuntut prasyarat kemampuan tertentu. Ini tidak cukup hanya pretest, tapi lebih jauh ke belakang. Siswa kita itu sudah atau belum memiliki bahan/alat untuk menunjang kelancaran dalam memahami pokok bahasan yang akan kita sampaikan. Oleh karena itu menjadi keharusan bagi setiap guru untuk mengenali prasyarat setiap pokok bahasan pelajaran yang akan diajarkan. Kita perlu siapkan strategi dan taktis khusus untuk memperbaiki prasyarat yang sering tidak dimiliki siswa kita.
Saya contohkan belajar kimia atau fisika di sma salah satu syaratnya adalah menguasai konsep aljabar sederhana. Tapi kadang ini justru jadi kendala menguasai konsep kimia atau fisika yang sesungguhnya. Sebab guru matematika jarang sekali mengkaitkan bahasannya dengan kedua pelajaran tersebut, sehingga terkesan tidak ada manfaatnya langsung mempelajari pokok bahasan tersebut. Seolah tidak menyambung antara pelajarannya dengan pelajaran lain.

Kenyataan itu dapat dilihat pada kemampuan matematika siswa ketika menyelesaikan ‘soal cerita’. Siswa tak segera bisa membuat solusi atas persoalan dari suatu kejadian atau cerita. Membuat permisalan dengan menjadikannya variabel yang lebih mudah untuk dilakukan operasi hitung. Padahal soal matematis semestinya bisa digunakan untuk menyelesaikan kasus keseharian. Di sinilah sering guru matematika membuat gap sehingga siswa jadi sulit memahami ‘soal cerita’ tadi.

Perlu dipahami bahwa guru itu ”raja” dalam membelajarkan siswa, jangan sampai jadi jongos-nya kurikulum, apapun sebutan kurikulumnya. Jangan sampai guru diperalat kurikulum apapun nama kurikulumnya. Jangan sampai mengajar seperti dikejar-kejar target kurikulum. Siswa yang menjadi “sang pangeran” sampai tak diperdulikan, pokoknya kurikulum. Walhasil cuma siswa yang bisa mengulum jarinya sendiri, gigit jari, tidak dapat apa-apa, cuma dipusingkan saja dengan isi kurikulum. Karena tidak dapat manfaat dari proses pembelajarannya.

Kalau setiap siswa itu sesungguhnya hebat dengan keunikan kemampuannya, maka guru juga ahli di bidangnya – yaitu mengajar, hanya saja sering guru seperti saya ini, malas untuk mengeksplorasi kehebatan dirinya. Mari kita guru eksplorasi diri, eksplorasi kehebatan kita sebagai seorang guru yang berpotensi. Kadang memang ada yang mengartikan kata hebat itu dengan diperolehnya suatu penghargaan bagi seseorang termasuk guru. Artinya jika seseorang tidak memiliki penghargaan tidak hebat. Ini jelas keliru dan harus diluruskan. Padahal ketika seorang guru sudah mengikuti (berpartisipasi) dalam lomba terkait profesionalitasnya sebagai guru sesungguhnya ia sudah menjadi guru yang hebat. Hanya masih ada yang lebih hebat lagi. Kalau kita sudah mandeg lantas tidak lagi mau berbenah untuk menjadi lebih baik lagi maka secara otomatis kita akan semakin tertinggal dari yang lainnya. Intinya kita harus tetap belajar memperbaiki kesalahan atau kurangan kita.

Ups… dari mana mulainya? Mawas diri, kenali kemampuan, kelemahan, dan peluang untuk bisa lebih baik. Semangat… Terus!

Bahkan saya suatu ketika berbicara kepada rekan se-profesi saya, sesama guru di sekolah saya, kalau siswa kita yang belum bisa berprestasi, maka tidak ada salahnya kita gurunya yang harus bisa “berprestasi” untuk bisa memberikan yang terbaik, bagi diri kita bagi siswa kita. Saya selalu mengompori bahwa guru yang mau berpikir, kreatif, dan selalu mau belajar itu “tidak banyak”. Tapi janganlah kita masuk kelompok yang banyak itu. Dan inilah kesempatan kita untuk bisa eksis bahwa kita ini ada kalau kita bisa menyalib ditelikungan kekreativan dan selalu mau belajar. Kalau saya setiap hari berinternet ria punya prinsip harus mendapatkan satu hal yang berarti/berguna, maka kita pun mesti menghasilkan apapun itu untuk kemajuan diri dan profesi kita. Jangan berharap perubahan besar kalau yang kecil saja kita tidak bisa lakukan.

Termasuk dalam hal kesadaran tentang pemahaman setiap konten materi pelajaran yang kita ajarkan. Kita mestinya selalu berkutat dengan hal itu, menambah pengetahuan tentang apa yang kita ajarkan. Tidak hanya puas “asal mengajar”. Ini hanya diperlukan pembiasaan saja. Kalau sudah terbiasa jelas hal ini akan memberikan kepuasan diri. Puas bahwa kita telah melakukan hal paling benar sementara banyak guru tidak melakukan hal itu. Ini adalah untuk menyemangati diri agar kita selalu dalam kondisi “terbaik”.

Mari pompa semangat diri sebagai guru!

Kekurangtepatan Penggunaan Kata Kimia

ata kimia sering dipadukan dengan kata lain untuk membentuk istilah baru, yang kandang sering salah. Anehnya kesalahan itu menjadi suatu kelaziman dengan memaknai bahwa itu benar yang dimaksud.
Misalnya makanan itu bebas zat kimia dan pupuk kimia. Kalau mau disangkal bahwa setiap benda itu merupakan zat, dimana zat itu merupakan kombinasi senyawa atau campuran zat kimia. Jadi jelas tidak mungkin ada benda yang bebas zat kimia. Udara bersih pun dipastikan mengandung zat kimia setidaknya mengandung oksigen.

Mungkin lebih tepatnya untuk penggunaan pada makanan menggunakan istilah makanan mengandung zat kimia berbahaya. Sekali lagi tidak satupun makanan yang bebas zat kimia. Tapi ada makanan yang memang bebas dari zat kimia berbahaya. Bahkan sering kali kita mendengarkan penggunaan istilah yang tidak tepat seperti itu diungkapkan para reporter televisi. Ini jelas tidak mengedukasi masyarakat, sehingga kekeliruan itu berkepanjangan dan akhirnya kekeliruan itu menjadi hal lazim.

Di dunia pertanian pun sering kali menggunakan kata kimia untuk istilah yang kurang tepat. Penggunaan istilah pupuk kimia, adakah pupuk yang tersusun dari zat bukan kimia, lebih lanjut adakah zat yang bebas dari bahan kimia ? Tentu saja tidak ada benda yang bebas dari zat kimia, semua mengandung zat kimia. Kalau yang dimaksud adalah pupuk buatan prabrik yang menggunakan bahan-bahan kimia an-organik maka lebih tepat memang menggunakan istilah pupuk an-organik misalnya KCl (kalium klorida), TSP. Jadi benar-benar pupuk dengan bahan anorganik. Ada juga yang mengklasifikasikan pupuk urea termasuk jenis pupuk anorganik padahal itu jelas-jelas pupuk organik.

Mungkin perlu dilakukan pelurusan pengklasifikasian jenis pupuk, ada pupuk buatan dan ada pupuk alami. Pupuk alami memang berasal dari alam yang kemudian dikelolah jadi kompos terlebih dahulu kemudian digunakan, atau dengan membiarkan membusuk disekitar tanaman sampai menjadi penyedia unsur hara bagi tanaman itu. Jelas semua itu mengandung unsur hara yang tidak lain adalah unsur atau senyawa kimia hasil peruraian atau pembusukan oleh kondisi atau makhluk renik. Nah unsur hara inilah yang kemudian diserap oleh tumbuhan melalui akar dalam bentuk larutan hara dalam air.

Pupuk buatan (sintetis) adalah pupuk olahan pabrik yang menggunakan bahan kimia tertentu, bukan dari alam langsung. Pupuk sintetis ini juga diklasifikasikan menjadi pupuk sintetis organik dan pupuk sintetis anorganik. Istilah kelirunya semua pupuk buatan pabrik ini oleh orang awam disebut sebagai pupuk kimia. Perlu sekali untuk meluruskan istilah ini sehingga masyarakat paham dengan apa yang diucapkan. Meskipun mereka memahami bahwa istilah yang pupuk kimia itu adalah pupuk buatan pabrik. Karena sudah tahu begitu tapi tetap saja masyarakat tetap enggan menggunakan istilah yang benar.

Lagi soal penggunaan istilah sampah organik dan anorganik. Misalnya plastik sering dikelompokan sebagai sampah anorganik, padahal kita tahu bahwa plastik jelas-jelas bahan organik. Mungkin perlu penjelasan soal zat organik dan zat anorganik. Harapannya tidak terjadi kekeliruan lagi meskipun kadang mengklasifiksikan zat organik atau zat anorganik itu tidak gampang. Zat organik adalah zat yang semula hanya berasal dari makhluk hidup meskipun belakangan sudah bisa disintesis. Biasanya zat organik ini unsur penyusun utamanya mengandung salah satu atau lebih unsur C, H, O, P, S dan sedikit unsur halogen. Zat anorganik adalah zat berasal dari bukan makhluk hidup tetapi dari alam atau sintetis. Memang tidak mudah membiasakan menggunakan istilah yang tepat yang bisa digunakan pahami masyarakat. Bahkan suatu ketika saya melihat kotak sampah dituliskan barang-barang apa saja yang boleh dimasukan di tempat sampah tersebut.

Kompetensi Guru Dicuekin, Mengajar Seenaknya

Kalau guru lain sudah canggih dalam metode mengajarnya maka saya masih kuno, yah begitu-begitu saja. Sadar terlambat lebih baik daripada tidak mau beranjak untuk memperbaiki diri. Kadang mengajar tidak lebih dari mengandalkan apa yang di kepala tanpa persiapan pun masuk kelas. Karena merasa ‘hebat’ untuk materi yang akan diajarkan. Alhasil guru hebat seperti itu ternyata menghasilkan siswa sekarat.

Para guru sakti, mengajarpun biasa dengan tangan kosong. Karena sangat saktinya ia tidak perlu membawa apapun ke kelas. Siswapun terkesima dengan kesaktian sang guru. Masih banyak-kah guru-guru sakti zaman sekarang? Sepertinya sudah mulai punah. Patut dilestarikan tuh. Sayangnya guru sakti begitu malah tidak dianjurkan oleh ‘pakem’ mengajar jaman sekarang.

Mengajar dengan tanpa persiapan hasilnya memang berantakan (seperti guru sakti itu). Ini adalah salah satu sebab mengapa siswa kita sering mengalami kesulitan memahami apa yang kita sampaikan. Atau kalau tidak karena salah cara menyiapkan prosedur pembelajarannya. Guru seperti itu kadang anehnya, menanyakan sampai mana pelajaran pada pertemuan terakhir. Ini indikasi guru tidak melakukan persiapan, yang tahu siswa kan. Tapi apa yang bisa siswa lakukan terhadap guru semacam itu.

Sangat disayangkan tidak sedikit guru yang menyiapkan perangkat pengajarannya hanya karena alasan administrasi atau mau disupervisi. Inilah potret nyata guru profesional yang katanya sudah mengantongi sertifikat pendidik. Kita, guru seolah pingsan, tidak menyadari tugas guru itu mulya dan amat berat. Tapi karena sistem di negeri ini masih amburadul maka hal itu merupakan kesempatan empuk bagi guru untuk berleha-leha dan malas belajar lagi.

Jumlah siswa yang tambun semestinya membuat guru selalu sibuk untuk menyiapkan segala sesuatunya. Tapi di ruang-ruang guru di negeri ini masih ada saja guru yang asyik mahsyuk ngerumpi. Padahal di mejanya terongok setumpuk buku siswa yang tak kunjung disentuh. Masih mending ia rajin membaca, mengali ilmu, berbagi ilmu dengan rekan seprofesi di daratan lain di negeri ini atau aktif diskusi di milis yang mencerahkan diri. Duh…

Guru-guru yang tidak tahu tugasnya semestinya membaca kembali tuntutan standar kompetensi guru.  Misalnya membuat matrik apa yang belum dia kerjakan dan kuasai. Tapi apa ada sih guru yang tidak tahu tugas dan tanggung jawabnya?  Ups, gak perlu dijawab yah. Kalau mau coba saja periksa pada kompetensi profesional itu sudahkan ia penuhi semua. Sayangnya belum semua guru tahu kompetensi profesionalnya itu apa saja. Halah jangankan melakukan, baca aja belum pernah. Sungguh terlalu…!

Jika kita para guru memahami kompetensi pedagogi yang berjumlah 10 bagian itu, maka barang kali kita tak punya waktu luang untuk santai saat di sekolah. Tapi nyatanya kita malah bisa santai sesantai-santainya. Jadi ingat, rekan kita guru di Singapore tak satupun yang terlihat ngobrol dengan sesamanya. Mereka sibuk dengan akitaivitasnya yang kalau di indonesia layaknya pegawai bank. Kita?!

Pak Syarif Anda kok getol dengan TIK, pak Syarif apa sudah baca kompetensi guru? Hah… Belum?! Getol dengan TIK itu termasuk dalam kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional tau?! Makanya baca tuh lampiran permendiknas no 16 tahun 2007.

Kompetensi guru, guru apapun kita terkait TIK yaitu pada kompetensi pedagogik: memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran, pada kompetensi profesional: memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan pengembangan diri. Itu sebagian kecil saja dari kompetensi yang harus kita punya sebagai guru.

PENERIMAAN SISWA/I BARU SMKN 1 LABUAN BAJO TP 2011/2012


Thursday, June 16, 2011

Ketika Guru Melek Internet. So what Gitu Loh!

Ketika banyak guru melek internet ada perasaan bangga di dalam hati. Setidaknya sudah semakin banyak guru yang akan menjadi pemandu. Pemandu bagi para peserta didiknya. Setidaknya, guru dapat memperhatikan peserta didiknya yang sedang online, dan mengarahkannya ke arah yang positif.

Namun dibalik kebanggaan ada tersembul pula kecemasan. Sebab internet itu seperti pisau bermata dua. Kita pun akan masuk dalam hutan belantara dunia maya yang selalu dinamis dan tak pernah tidur.Online 24 jam melayani manusia di seluruh dunia. Masalahnya, tak semua informasi itu baik dibaca oleh guru dan peserta didik.
Ketika guru melek internet segera bergabunglah dengan berbagai milis yang menyehatkan. Budaya baca harus digiatkan agar guru banyak tahu perkembangan yang terjadi saat ini. Tak mungkin guru hanya mengajar dengan materi yang itu-itu saja. Dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang itu-itu pula. Tanpa jobsheet dan handout yang dibuat guru itu sendiri. Bila guru mampu membuat sendiri, silabus yang dibuatpun menjadi menarik dan dinamis.
Ketika guru melek internet dia harus berubah dari pencari informasi menjadi pencipta informasi. Guru harus jadi produsen bagi peserta didiknya. Guru harus mampu membuat konten-konten edukasi dan memerangi plagiasi. Semua itu terjadi bila guru mempunyai kemampuan menulis.
Komputer dan internet itu hanya alat. Guru tak boleh bergantung penuh dengan alat itu. Justru guru harus mampu memberdayakan komputer dan internet menjadi kawan yang mampu membuat dirinya menjadi guru yang profesional dan luar biasa. Dia harus menjadi fasilitator dan motivator bagi peserta didiknya untuk mempergunakan internet secara sehat. Internet pun dapat dijadikan sarana mencari penghasilan tambahan bila para guru dibekali ilmuedupreneurship.
Ketika guru melek internet, para guru harus dibekali ilmu creative writing. Menulis kreatif harus dilatihkan agar para guru menjadi produsen informasi. Guru tak melulu menerima informasi yang belum tentu benar. Sebab banyak orang iseng di internet. Guru harus selektif menerima informasi.
Pola pikir guru pelan-pelan harus beralih dari pengunduh informasi menjadi pengunggahi nformasi. Guru upload harus lebih banyak dari guru download. Teman-teman guru harus berlatih dan terus berlatih untuk menciptakan informasi.
Hal itu bisa terjadi dan berwujud nyata manakala teman-teman guru menyadari bahwa anak-anak kita sangat haus akan informasi. Mereka lapar membaca, dan guru harus menyiapkan konten edukasi lebih banyak lagi agar mereka tak lapar informasi yang diberikan oleh gurunya.
Sebagai kaum muhajirin di dunia digital, para guru harus belajar dengan kaum anshor yang memang sudah melek digital dari lahir. Digital native harus dipandu oleh immigrant nativeagar mereka tahu pemanfaatan internet secara positif. Mereka harus diarahkan bahwa internet itu seperti perpustakaan yang selalu buka 24 jam. Peserta didik harus diarahkan rajin membaca, dan bukan asyik bermain games berjam-jam yang terkadang menyita waktu belajarnya.
Jangan biarkan dampak negatif internet menyerang halus anak didik kita. Sebab internet itu mengasyikan. Internet itu menyehatkan, tetapi juga bisa menyakitkan. Ketika guru melek internet dia harus mampu menjadi pemandu dan bukan pemakai internet statis tanpa kreativitas dan imajinasi. Guru harus kreatif, dan melakukan inovasi pembelajaran agar materi yang disampaikan masuk ke otak siswa dengan lancar.
Guru harus seperti bendera merah putih yang gagah perkasa ketika dikibarkan saat upacara. Semua orang berhormat kepadanya. Seperti itulah seharusnya guru kreatif yang memanfaatkan internet secara sehat. Mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya.
Ketika guru melek internet harus ada keadilan waktu kapan di dunia maya, di dunia nyata, dan dunia mimpi. Dengan begitu guru pun bisa menjadi makhluk sosial yang disegani. Menjadi tokoh masyarakat yang dirindukan, dan menjadi tempat bertanya ketika ada persoalan masyarakat yang mengganjal.
Akhirnya ketika guru melek internet, so what gitu loh! Bagaimana menurut anda?

Wednesday, June 15, 2011

Sistematika Penulisan Karya Tulis Ilmiah

Akhir-akhir ini banyak kita temui teman-teman guru yang belum mengetahui sistematika penulisan karya tulis ilmiah. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, izinkan saya menuliskan sistematika penulisan karya tulis ilmiah.
Semoga bermanfaat untuk teman-teman guru di seluruh Indonesia yang saat ini hendak mengusulkan dirinya untuk naik pangkat ke jenjang yang lebih tinggi.

SISTEMATIKA PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
VERSI DEPDIKNAS UNTUK KENAIKAN PANGKAT

1. LAPORAN HASIL PENELITIAN :
A. Bagian Pembuka :
  • Halaman judul.
  • Lembar pengesahan.
  • Kata pengantar.
  • Daftar isi.
  • Daftar Lampiran.
B. Bagian Isi :
Bab    I    Pendahuluan
  • Latar belakang masalah.
  • Rumusan masalah.
  • Tujuan penelitian.
  • Manfaat penelitian.
Bab  II    Kajian teori atau tinjauan kepustakaan
  • Pemahasan teori
  • Kerangka pemikiran dan argumentasi keilmuan
  • Pengajuan hipotesis
Bab III    Metodologi penelitian
  • Waktu dan tempat penelitian.
  • Metode dan rancangan penelitian
  • Populasi dan sampel.
  • Instrumen penelitian.
  • Pengumpulan data dan analisis data.
Bab  IV    Hasil Penelitian
  • Jabaran varibel penelitian.
  • Hasil penelitian.
  • Pengajuan hipotesis.
  • Diskusi penelitian, mengungkapkan pandangan teoritis tentang hasil yang didapatnya.
Bab   V    Kesimpulan dan saran
C. Bagian penunjang
  • Daftar pustaka.
  • Lampiran- lampiran antara lain instrument penelitian.

2. LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS :
A. Bagian Pembuka :
  • Halaman judul.
  • Lembar pengesahan.
  • Kata pengantar.
  • Daftar isi.
  • Daftar Lampiran.
B. Bagian Isi :
Bab    I    Pendahuluan
  • Latar belakang masalah.
  • Identifikasi masalah.
  • Pembatasan dan rumusan masalah.
  • Tujuan penelitian.
  • Manfaat hasil penelitian.
Bab  II    Kajian pustaka
  • Kajian teori.
  • Kajian hasil penelitian.
Bab III    Metodologi / Metode penelitian
  • Objek tindakan.
  • Setting/Lokasi/Subjek penelitia.
  • Metode pengumpulan data.
  • Metode analisis data.
  • Cara pengambilan kesimpulan.
Bab  IV    Hasil Penelitian
  • Gambaran selintas tentang setting.
  • Uraian penelitian secara umum – keseluruhan.
  • Penjelasan per siklus.
  • Proses menganalisa data.
  • Pembahasan dan pengambilan kesimpulan.
Bab   V    Kesimpulan dan saran
  • Kesimpulan.
  • Saran untuk tindakan lebih lanjut.
C. Bagian penunjang/penutup
  • Daftar pustaka.
  • Lampiran- lampiran.

3. TINJAUAN/ULASAN ILMIAH HASIL GAGASAN SENDIRI :
A. Bagian Pendahuluan :
  • Halaman judul.
  • Lembar pengesahan.
  • Kata pengantar.
  • Daftar isi.
  • Abstrak.
B. Bagian Isi :
Bab I : Pendahuluan uraian mengenai hal yang dipermasalahkan.
Bab II: Kajian teori dan fakta mengenai hal yang dipermasalahkan.
BabIII: Tinjauan/ulasan.
Bab IV: Kesimpulan.
C. Bagian penunjang :
  • Daftar pustaka.
  • Lampiran- lampiran.

 4. BUKU 
A. Bagian Pendahuluan
    • Kata pengantar
    • Daftar isi
    • Penjelasan tujuan buku pelajaran
    • Petunjuk penggunaan buku
    • Petunjuk pengerjaan soal latihan 

    B. Bagian isi
      • Judul bab atau topic isi bahasan
      • Uraian singkat isi pokok bahasan
      • Penjelasan tujuan bab
      • Uraian isi pelajaran
      • Penjelasan teori
      • Sajian contoh
      • Ringkasan isi bab
      • Soal latihan
      • Kunci jawaban soal latihan 
      C. Bagian penunjang
        • Daftar pustaka
        • Lampiran-lampiran

        5. MODUL :
        1. Judul
        2. Pengantar
        3. Petunjuk penggunaan modul
        4. Yujuan umum pembelajaran
        5. Kemampuan prasyarat
        6. Pretest
        7. Tujuan khusus pembelajaran
        8. Isi bahasan
        9. Kegiatan belajar
        10. Rangkuman
        11. Tes
        12. Sumber media yang digunakan
        13. Tes akhir dan umpan balik
        14. Rancangan pengajaran
        15. Daftar pustaka

        6. DIKTAT PELAJARAN:
        A. Bagian Pendahuluan :
        • Halaman judul.
        • Kata pengantar.
        • Daftar isi.
        • Penjelasan tujuan diktat pelajaran.
        B. Bagian Isi :
        • Judul bab atau topik isi bahasan.
        • Penjelasan tujuan bab.
        • Uraian isi pelajaran.
        • Penjelasan teori.
        • Sajian contoh.
        • Soal latihan.
        C. Bagian penunjang :
        • Daftar pustaka.
        • Lampiran- lampiran.

        7. ALAT PERAGA
        A.Bagian Pembuka
        •   Halaman judul
        •   Lembar pengesahan
        •   Kata pengantar
        •   Daftar isi
        B. Bagian isi
        •   Latar belakang pembuatan alat peraga
        •   Manfaat alat peraga
        •   Bahan yang digunakan
        •   Keadaan siswa sebelum dans esudah menggunakan alat peraga
        •   Prestasi siswa sebelum dan sesudah menggunakan alat peraga
        •   Foto / gambar alat peraga

        Triks Cepat Selesaikan Soal Hidrolisis

        Pada pelajaran kimia kelas XI-IPA pokok bahasan-nya di dominasi tentang Larutan terutama terkait konsep asam dan basa yang hampir setiap bab di kaitkan dengan derajad keasaman atau pH.
        Hampir setiap buku pelajaran kimia setiap akhir bab selalu disajikan cukup banyak soal-soal latihan terutama soal mutiplechoice (pilihan ganda). Pada soal-soal pilihan ganda untuk pelajaran kimia ada beberapa kelemahan, yaitu mudah ditebaknya suatu jawaban atau setidaknya dieliminir sehingga hanya menyisahkan 2 atau 3 jawaban yang berpeluang untuk dipilih. Ini tentu bagi siswa yang mengerti tentang konsep-konsep dengan baik sedangkan yang tidak memahami tentu tetap menjadi hal yang menyulitkan.
        Misalnya pada kosenp garam-garam terhidrolisis, ada soal dengan jawaban 5 pilihan seperti berikut:
        Jika harga Kb NH4OH = 1 x 10-5, maka 100 mL larutan NH4Cl 0,1 M mempunyai pH….
        a. 3
        b. 5
        c. 9
        d. 11
        e. 13
        Pada soal tersebut karena diketahui bahwa garam NH4Cl itu terususun dari ion NH4+ (dari basa lemah) dan ion Cl- (dari asam kuat). Maka dipastikan pH-nya kurang dari 7, sehingga jawaban c, d dan e tidak mungkin benar. Jadi tersisa 2 alternatif pilihan jawaban yang mungkin benar yaitu a dan b. Lalu apa perlunya soal pilihan ganda model berhitung kimia semacam itu?
        Bahkan ada soal yang jika siswa paham konsep maka soal itu tidak perlu dilakukan perhitungan yang sebenarnya, jika dihitung memakan waktu juga. Soalnya seperti berikut:
        Dalam larutan terdapat natrium asetat 0,1 mol/L yang mengalami hidrolisis berikut ini:
        CH3COO- + H2O <===> CH3COOH + OH-
        Jika tetapan hidrolisis (Kh = 1 x 10-9) maka larutan mempunyai pH….
        a. 9
        b. 7
        c. 6
        d. 5
        e. 1
        Karena diketahui garamnya adalah garam yg berasal dari basa buat dan asam lemah, maka pH-nya pasti di atas 7 (larutan garam bersifat basa). Jika pilihan hanya itu maka penyelesaian soal itu terdapat 1 pilihan yang tepat yaitu pH = 9. Soal seperti ini jika tidak disediakan jawaban (bukan soal pilihan ganda), maka untuk menyelesaikannya perlu dihitung terlebih dahulu Kb asam asetat, kemudian baru dihitung konsentrasi H+ atau pHnya.
        Contoh soal lain:
        Lakmus biru akan berubah menjadi merah apabila dicelupkan ke dalam larutan garam….
        a. MgCl2
        b. NH4Cl
        c. Na2SO4
        d. CH3COONa
        e. KCN
        Konsep dalam penentuan pH garam terhidrolisis tergantung jenis ion penyusunnya, jika gara tersusun dari asam kuat dan basa lemah maka larutan garam akan bersifat asam (pH di bawah 7), sebaliknya jika tersusun dari asam lemah dan basa kuat maka garam cenderung bersifat basa (pH di atas 7). Lakmus biru yang berubah menjadi merah menandakan larutan garam yang bersifat cenderung asam. Pada soal ini larutan garam yang cenderung bersifat asam (memerahkan lakmus biru) hanya jawaban b. Tentu untuk bisa menjawab siswa harus tahu klasifikasi asam kuat/lemah, basa kuat/lemah.
        Pembuatan soal pilihan ganda tentu tidak mudah harus memenuhi beberapa kriteria sehingga soal itu layak untuk dijadikan pengukur kemampuan penguasaan suatu bahan pelajaran oleh siswa. Berlu banyak berlatih untuk yang ini. Selama ini soal justru tidak dibuat, tapi hanya disusun dari yang ada. Mengapa kok tidak dibuat, karena membuatnya gak gampang.

        Sunday, June 12, 2011

        Keajaiban Buku

        Ubah Hidup Lewat Buku


        ALKISAH, anak itu berlari-lari pulang ke rumahnya.
        Tangannya yang mungil memegang sepucuk surat dari guru
        sekolahnya. Di ambang pintu rumah ia berteriak "Mama...
        mama, ada surat dari bapak guru." Ibunya, Nancy Elliot,
        mantan guru, menyambut anak bungsu dari tujuh bersaudara
        ini dengan ciuman dan pelukan penuh kasih sayang.


        "Coba mama lihat," ujarnya sambil membuka amplop surat.
        Tangannya gemetar saat matanya menyusuri kata demi kata.
        "Anak ini terlalu bodoh untuk dididik. Kami
        mengembalikannya kepada anda. Mulai besok tidak perlu
        datang ke sekolah lagi."


        "Ma, mengapa menangis?" tanya si anak, lugu. Dengan
        cucuran air mata sang ibu meraih tubuh mungil itu,
        memeluknya sambil berkata, "Thomas, I educated you my
        self. (Thomas, ibu akan mendidikmu sendiri). Waktu itu si
        anak berusia 7 tahun, dan baru 3 bulan mengecap pendidikan
        formal di sekolah. Dan sejak itu, ia tidak pernah masuk
        sekolah lagi.


        Ibunya mengajari membaca. Dengan penuh kesabaran, akhirnya
        Thomas bisa membaca. Bahkan ia menjadi seorang kutu buku.
        Ketika usia 12 tahun, Thomas menjadi penjual kue, permen,
        kacang, dan koran di kereta api. Ia pernah ditampar
        kondektur, sehingga pendengarannya rusak. Walaupun ia
        sibuk berjualan dan pendengarannya rusak, ia tak pernah
        meninggalkan kegemarannya, membaca buku!


        **


        SUNGGUH sulit dibayangkan bahwa anak yang "terlalu bodoh,"
        drop out dari sekolah dasar, dan sempat menjadi pedagang
        asongan itu kemudian mencantumkan namanya dalam deretan
        ilmuwan paling terkemuka di muka bumi. Tidak kurang dari
        tiga ribu penemuan yang dicatat atas namanya.


        Dialah Thomas Alva Edison. Apa yang membuat Edison menjadi
        cerdas? Salah satu yang membuatnya cerdas dan berhasil
        melakukan berbagai penemuan, tiada lain adalah
        kegemarannya membaca buku. Luar biasa, manfaat dari
        membaca buku. Dengan membaca buku mampu mengubah kehidupan
        seseorang.


        Pantas jika akhir-akhir ini, ada hasil penelitian yang
        menyatakan bahwa dengan membaca buku seseorang akan
        terhindar dari penyakit demensia atau pikun. Demensia
        merupakan penyakit yang merusak jaringan otak. Seseorang
        yang terkena demensia dipastikan akan mengalami kepikunan
        atau dalam bahasa remajanya disebut tulalit. Dr. C. Edward
        Coffey, seorang peneliti dari Henry Ford Health System,
        telah membuktikannya.


        Menurut penelitian Coffey, pendidikan (salah satu
        pendidikan termurah adalah membaca buku) dapat menciptakan
        semacam lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti
        rugi perubahan otak. Hal ini dibuktikan dengan meneliti
        struktur otak 320 orang berusia 66 - 99 tahun yang tak
        terkena demensia.


        **


        BETAPA pun besarnya manfaat dari membaca buku, jika
        masyarakatnya kurang memiliki kesadaran tentang pentingnya
        membaca buku, terciptanya suatu peradaban yang lebih baik
        menjadi suatu keniscayaan. Disamping faktor lain yang
        menjadi penyebab kurangnya minat baca, di antaranya budaya
        menonton lebih mendominasi dari pada budaya baca, mahalnya
        harga kertas yang berimbas harga-harga buku menjadi mahal,
        dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang
        pentingnya membaca buku.


        Berdasarkan hasil survei lembaga internasional yang
        bergerak dalam bidang pendidikan, United Nation Education
        Society and Cultural Organization (UNESCO), minat baca
        penduduk Indonesia jauh di bawah negara-negara Asia.
        Indonesia tampaknya harus banyak belajar dari
        negara-negara maju yang memiliki tradisi membaca cukup
        tinggi.


        Jepang, Amerika, Jerman, dan negara maju lainnya yang
        masyarakatnya punya tradisi membaca buku, begitu pesat
        peradabannya. Masyarakat negara tersebut sudah menjadikan
        buku sebagai sahabat yang menemani mereka kemana pun
        mereka pergi, ketika antre membeli karcis, menunggu
        kereta, di dalam bus, mereka manfaatkan waktu dengan
        kegiatan produktif yakni membaca buku. Di Indonesia
        kebiasaan ini belum tampak.


        Menumbuhkan kebiasaan membaca harus dimulai dari keluarga.
        Orang tua berperan penting dalam menumbuhkan kegemaran
        membaca buku anak-anaknya. Untuk menjadikan anak memiliki
        kegemaran membaca, memang tidak semudah membalikkan
        telapak tangan. Pepatah Inggris mengatakan we first make
        our habits, then our habits make us. Sebuah watak akan
        muncul, bila kita membentuk kebiasaan terlebih dahulu.
        Artinya, bila orang tua ingin anaknya mempunyai kegemaran
        membaca buku, maka membaca buku perlu dibiasakan sejak
        kecil. Disamping perlunya keteladanan dari orang tua
        sendiri.


        Saat ini, biaya pendidikan kian membumbung. Hanya kalangan
        tertentu saja yang dapat menikmati pendidikan formal
        sampai jenjang perguruan tinggi. Bagi mereka yang belum
        beruntung dari aspek ekonomi, sehingga tidak sempat
        mengenyam pendidikan tinggi, mestinya tidak berkecil hati.
        Membaca buku menjadi alternatif untuk bisa menjadi
        terpelajar layaknya orang yang mengikuti pendidikan
        formal.


        Banyak tokoh dan cendikiawan tak sempat mengenyam
        pendidikan formal sampai jenjang pergurunan tinggi tapi
        mereka menggantinya dengan membaca buku. Orang-orang
        berpengaruh di Indonesia pada masa lalu, ternyata
        kehidupan nya tak bisa dilepaskan dari peran buku. Adam
        Malik, misalnya, salah seorang yang perkembangan
        intelektualnya dibesarkan oleh buku-buku yang dipinjamnya
        dari perpustakaan keliling, tanpa harus mengikuti
        pendidikan formal. Jadi, tidak ada alasan tidak bisa
        menjadi orang terpelajar karena tidak bisa mengikuti
        pendidikan formal.


        Tentu akan lebih baik jika dapat menempuh pendidikan
        formal yang cukup tinggi dan dibarengi dengan kegemaran
        membaca buku. Kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan
        formal sampai jenjang perguruan tinggi jika dibarengi
        dengan kegemaran membaca buku tentu akan menghasilkan out
        put yang berkualitas. Kelak out put tersebut dapat
        dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia.


        Sayangnya, kini kita dihadapkan pada kenyataan yang sangat
        memprihatinkan. Mahasiswa, yang secara formal merupakan
        makhluk terpelajar, justru dihinggapi penyakit malas
        membaca. Minat baca buku di kalangan mahasiswa, harus
        diakui masih rendah. Mereka masih mengandalkan peran dosen
        dalam menerima ilmu.


        Minim sekali mahasiswa yang memiliki keinginan kuat untuk
        memperdalam ilmunya dengan mencari dan membaca langsung
        buku-buku sumbernya. Budayawan Emha Ainun Nadjib dalam
        bukunya "Negeri yang Malam" (Tinta, 2002) buah tangan Agus
        Ahmad Safei mengatakan, kutu-kutu lebih rajin membaca buku
        dibanding mahasiswa, juga dosen-dosennya. Perpustakaan
        bekerja amat santai, bahkan ada hari ketika perpustakaan
        nganggur sama sekali. Mahasiswa hanya menjadi konsumen
        komoditas eceran di pasar ilmu. Waktu ke pasar, mereka
        cukup membawa kantung telinga, otaknya disimpan di dalam
        almari besi.


        Seiring dengan otonomi daerah, kurikulum Tingkat Satuan
        Pendidkan (KTSP) menjadi harapan kesekian dalam
        meningkatkan mutu pendidikan. Sekolah diberikan
        keleluasaan dalam mengelola system pengajaran guna
        menghasilkan out put berkualitas dan mampu bersaing dengan
        sekolah lainnya. KTSP memberikan nilai lebih berupa
        kecakapan hidup (life skill) agar para siswa dapat
        bersaing secara kompetitif. KTSP akan berhasil bila minat
        baca dan kemampuan berbahasa para siswa tinggi


        Dalam Islam pun perintah membaca lebih dulu dari
        perintah-perintah lainnya. Bahkan dari perintah salat
        sekali pun. Surat Al-Alaq, berisi perintah membaca,
        diturunkan Allah SWT lebih awal. Tentu, membaca tidak
        hanya buku. Salah satu kunci sukses kemajuan suatu bangsa
        adalah dengan membaca buku. "Baca buku, buka dunia.

        ***

        Monday, June 6, 2011

        Suatu Sekolah, Jangan Hanya Cari Enaknya saja dong…

        Guru-guru tak mau repot, sekolah ingin maju dengan tanpa harus banyak berjuang. Caranya carilah siswa-siswa yang memiliki potensi hebat saja. Ibarat tanpa banyak sentuhan siswa itu sudah bisa berprestasi. Di mana letak kebanggaan seorang guru dan sebuah sekolah jika hanya tak banyak berjuang? Mereka belum ukur proses apa yang telah ia lakukan, ia hanya banggakan adalah keadaan akhir saja. Apa harus begitu yang namanya mendidik itu?
        Keadaan sekolah seperti itu persis prinsipnya Roman Abramovich, beli pemain yang sudah jadi, tinggal dipoles sedikit, jadi juara :) Jadi ini sama artinya benar-benar tidak mau repot. Kalau dalam kancah persepakbolaan jelas sah-sah saja, karena club sepak bola juga mencari untung secara finansial. Kalau sekolah apa pantas, apa manusiawi?
        Tapi hal itu masih mendingan, masih ada kepedulian walaupun pada hasil akhir, sebab masih ada sekolah dan guru-gurunya yang tidak peduli baik pada proses maupun hasil akhir. Mengenaskan! Itulah yang terjadi selama ini di banyak sekolah di negeri kita. Kita, guru, yang tidak begitu banyak bisa mengubah sistem namun ada dalam sistem tentu masih bisa mempertahankan idealisme. Caranya tetap konsisten untuk mengajar sebaik-baik-nya, dengan taat waktu dan tetap berusaha memberikan layanan terbaik kepada siswa. Meskipun demikian tuntutan hasil akhir sering menjadikan dilema dalam pelaksanaan proses.
        Bagusnya mendidik itu harus berupa panggilan nurani bukan sekadar mengerjakan tugas. Meskipun ini sering hilang dari benak kebanyakan guru. Ini paradigama yang harus tertanam kuat pada seorang guru. Guru bertanggung jawab secara menyeluruh dan berkelanjutan. Jangan berpikir bahwa yang telah lulus itu berakhir pula tugas guru, bukankah ia bisa sebagai mitra dalam memajukan sekolah. Memang murid yang cerdas mempunyai beberapa kelebihan, ibarat barang, kita akan lebih mudah memolesnya untuk menjadikan lebih berharga. Namun itu tidak cukup sebab apalah artinya murid yang mempunyai potensi kecerdasan yang unggul sementara pengelolaan amburadul, dan tidak terencana. Benih padi yang unggul jika di tanam di sawah yang terbiar mana mungkin menghasilkan padi yang optimal?? Sudah saatnya kita memperbaiki pendidikan tidak hanya mengajukan kritik. Dimulai dari diri sendiri (kalau kita guru) karena semua kehidupan tidak akan pernah lepas dari hasil pendidikan. Indonesia bukannya kurang orang yang cerdas, tapi mereka tidak tahu untuk apa kecerdasan itu dan bagaimana mengelola kecerdasan itu.
        Jika hanya memperhatikan keadaan awal dan akhir saja ini analog dalam sistem kimia, yang dikenal dengan sifat termodinamik, sedangkan kalau memperhatikan proses ini bersifat kinetik. Sistem pendidikan tidak boleh hanya mengambil satu sifat saja harus kedua-duanya. Meskipun demikian keberhasilan suatu sekolah atau seorang guru belum cukup hanya itu saja. Guru berhasil jika ia sudah mengantarkan siswa membuat perubahan pada diri siswa dengan penskalaan yang fair.
        Misal saya buat skala 0-10, 10 hasil atau keadaan sempurna. Siswa dengan kemampuan pada skala 2 kemudian dilakukan proses pembelajaran oleh guru kemudian berubah hasil akhirnya 6, maka takarannya guru telah sukses membuat perubahan dengan rentang 4 (dari 2 menjadi 6). Sementara siswa dengan kemampuan pada skala 5 kemudian setelah mengalami proses menjadi 7 ini berarti guru hanya sanggup membuat perubahan sebanyak 2 skala saja (dari 5 menjadi 7). Mana yang menunjukkan derajat keberhasilan seorang guru? Silahkan pikirkan :) Saya di sini tidak bermaksud untuk mencampurbaurkan dengan standar-standar yang dibuat pemerintah. Sebab itu akan membuat ketidak-fair-an. Toh selama ini standar-standar yang dibuat belum terpenuhi tapi kok hasil akhirnya diminta distandarkan, sangat tidak adil.
        Jika sekolah-sekolah yang dikatakan unggul hanya memroses siswa yang unggul pada keadaan awal yah itu tidak patut dibanggakan kalau pun hasilnya unggul, itu kalau kita lihat dari kaca mata keberhasilan proses. Demikian pula sekolah yang tidak unggul mengelola siswa tidak unggul namun bisa menghasilkan perubahan signifikan walaupun masih di bawah standar yang ditetapkan pemerintah ini menjadi sangat tidak fair kalau katakan tidak unggul. Aneh memang semua dibuat standar, padahal berangkatnya memang keadaannya tidak sama. Ibarat lomba lari start-nya beda tapi diminta finis-nya sama. Di mana letak kemanusiawian kita?
        Ayo berani tidak rekan yang ada di sekolah dengan predikat favorit atau unggul itu menerima siswa dengan keadaan tidak unggul untuk diolah menjadi siswa yang unggul?