'/>

Friday, June 24, 2011

Pengetahuan Prasyarat, Kurikulum, dan Semangat Guru

Pembiaran atas kemampuan prasyarat bagi siswa yang kurang memadai membuat siswa semakin tersiksa. Begitu berlarut-larut akibatnya siswa terkesan ‘tak tahu’ apa-apa. Apapun upaya yang dilakukan kalau tidak menyentuh akar masalah, pembelajaran menjadi tak menarik, sedikit-pun, apalagi berharap dapat dipahami siswa. Penjelajahan kemampuan awal siswa akan memberikan memberikan penyelesaian atas masalah tersebut. Tidak ada kata terlambat untuk segera dan sedini mungkin untuk melakukan jelajah kemampuan siswa sehingga kita bisa memberikan solusi atas permasalahan belajar siswa.

Setiap pokok bahasan pada suatu pelajaran biasanya selalu menuntut prasyarat kemampuan tertentu. Ini tidak cukup hanya pretest, tapi lebih jauh ke belakang. Siswa kita itu sudah atau belum memiliki bahan/alat untuk menunjang kelancaran dalam memahami pokok bahasan yang akan kita sampaikan. Oleh karena itu menjadi keharusan bagi setiap guru untuk mengenali prasyarat setiap pokok bahasan pelajaran yang akan diajarkan. Kita perlu siapkan strategi dan taktis khusus untuk memperbaiki prasyarat yang sering tidak dimiliki siswa kita.
Saya contohkan belajar kimia atau fisika di sma salah satu syaratnya adalah menguasai konsep aljabar sederhana. Tapi kadang ini justru jadi kendala menguasai konsep kimia atau fisika yang sesungguhnya. Sebab guru matematika jarang sekali mengkaitkan bahasannya dengan kedua pelajaran tersebut, sehingga terkesan tidak ada manfaatnya langsung mempelajari pokok bahasan tersebut. Seolah tidak menyambung antara pelajarannya dengan pelajaran lain.

Kenyataan itu dapat dilihat pada kemampuan matematika siswa ketika menyelesaikan ‘soal cerita’. Siswa tak segera bisa membuat solusi atas persoalan dari suatu kejadian atau cerita. Membuat permisalan dengan menjadikannya variabel yang lebih mudah untuk dilakukan operasi hitung. Padahal soal matematis semestinya bisa digunakan untuk menyelesaikan kasus keseharian. Di sinilah sering guru matematika membuat gap sehingga siswa jadi sulit memahami ‘soal cerita’ tadi.

Perlu dipahami bahwa guru itu ”raja” dalam membelajarkan siswa, jangan sampai jadi jongos-nya kurikulum, apapun sebutan kurikulumnya. Jangan sampai guru diperalat kurikulum apapun nama kurikulumnya. Jangan sampai mengajar seperti dikejar-kejar target kurikulum. Siswa yang menjadi “sang pangeran” sampai tak diperdulikan, pokoknya kurikulum. Walhasil cuma siswa yang bisa mengulum jarinya sendiri, gigit jari, tidak dapat apa-apa, cuma dipusingkan saja dengan isi kurikulum. Karena tidak dapat manfaat dari proses pembelajarannya.

Kalau setiap siswa itu sesungguhnya hebat dengan keunikan kemampuannya, maka guru juga ahli di bidangnya – yaitu mengajar, hanya saja sering guru seperti saya ini, malas untuk mengeksplorasi kehebatan dirinya. Mari kita guru eksplorasi diri, eksplorasi kehebatan kita sebagai seorang guru yang berpotensi. Kadang memang ada yang mengartikan kata hebat itu dengan diperolehnya suatu penghargaan bagi seseorang termasuk guru. Artinya jika seseorang tidak memiliki penghargaan tidak hebat. Ini jelas keliru dan harus diluruskan. Padahal ketika seorang guru sudah mengikuti (berpartisipasi) dalam lomba terkait profesionalitasnya sebagai guru sesungguhnya ia sudah menjadi guru yang hebat. Hanya masih ada yang lebih hebat lagi. Kalau kita sudah mandeg lantas tidak lagi mau berbenah untuk menjadi lebih baik lagi maka secara otomatis kita akan semakin tertinggal dari yang lainnya. Intinya kita harus tetap belajar memperbaiki kesalahan atau kurangan kita.

Ups… dari mana mulainya? Mawas diri, kenali kemampuan, kelemahan, dan peluang untuk bisa lebih baik. Semangat… Terus!

Bahkan saya suatu ketika berbicara kepada rekan se-profesi saya, sesama guru di sekolah saya, kalau siswa kita yang belum bisa berprestasi, maka tidak ada salahnya kita gurunya yang harus bisa “berprestasi” untuk bisa memberikan yang terbaik, bagi diri kita bagi siswa kita. Saya selalu mengompori bahwa guru yang mau berpikir, kreatif, dan selalu mau belajar itu “tidak banyak”. Tapi janganlah kita masuk kelompok yang banyak itu. Dan inilah kesempatan kita untuk bisa eksis bahwa kita ini ada kalau kita bisa menyalib ditelikungan kekreativan dan selalu mau belajar. Kalau saya setiap hari berinternet ria punya prinsip harus mendapatkan satu hal yang berarti/berguna, maka kita pun mesti menghasilkan apapun itu untuk kemajuan diri dan profesi kita. Jangan berharap perubahan besar kalau yang kecil saja kita tidak bisa lakukan.

Termasuk dalam hal kesadaran tentang pemahaman setiap konten materi pelajaran yang kita ajarkan. Kita mestinya selalu berkutat dengan hal itu, menambah pengetahuan tentang apa yang kita ajarkan. Tidak hanya puas “asal mengajar”. Ini hanya diperlukan pembiasaan saja. Kalau sudah terbiasa jelas hal ini akan memberikan kepuasan diri. Puas bahwa kita telah melakukan hal paling benar sementara banyak guru tidak melakukan hal itu. Ini adalah untuk menyemangati diri agar kita selalu dalam kondisi “terbaik”.

Mari pompa semangat diri sebagai guru!

No comments:

Post a Comment